Cerpen Karangan: Ronaldus Heldaganas
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Kisah Nyata
Lolos moderasi pada: 19 March 2023
Bulan Desember mendatang di sisi kota seribu Gereja. Masa-masa indah yang terlewati dalam kurun waktu setahun telah berlalu. Sebentar lagi lonceng berdentang di ujung menara rumah Tuhan, tanda Natal telah tiba.
Ada yang rindu rumah dan ingin pulang dari tanah rantauan. Ada pula yang tersiksa karena orang-orang terhebat dalam kehidupannya telah tiada. Ada pula yang terluka karena kerasnya berjuang atas nama asmara. Ada pula yang menangis karena kerasnya berjuang dengan rintangan kehidupan.
Itulah kehidupan umat manusia. Pasti akan berlalu, berganti, dan berhenti ataupun bahkan mati.
Semua orang mungkin merasakan kebahagiaan yang hakiki di penghujung tahun 2022 ini. Selain itu, orang-orang mungkin sudah menyiapkan rencana terbaiknya di tahun yang dinanti. Entah itu persiapan untuk berjuang lebih keras lagi ataupun persiapan untuk menghadapi proses yang panjang nantinya. Akan tetapi, berbeda dengan yang saya alami. Masih terluka oleh sebuah cerita yang dimulai di awal September lalu. Dimana satu-satunya orang yang bersamaku pergi dan berlalu.
Tidak seperti yang dilakukan oleh orang lain, menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambut tahun baru nantinya. Namun saya lebih memilih berdiam diri dulu dan menerima apa yang akan terjadi.
Masih lumayan lama sih menuju tahun baru. Aku juga harus bersabar menunggu. Ya, menunggu memang sangatlah membosankan. Saat menunggu pun harus banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang muncul tiba-tiba.
“Apakah yang kutunggu ini pasti?”
“Apakah semuanya terjadi seperti yang kuinginkan nanti?”
Pertanyaan yang mengusik isi kepala. Namun, mau bagaimana lagi? Semua harus dihadapi dengan lapang dada apapun yang akan terjadi.
Di pertengahan Desember 2022, aku sudah merasakan luka yang cukup parah. Sebuah rasa yang harus terkubur karena kebersamaan itu telah tiada.
Memilih pergi jauh dari kehidupannya memang pilihan yang cukup sulit. Tapi, mungkin itu adalah pilihan yang terbaik agar tidak terluka terlalu dalam nantinya.
Malam di kota seribu Gereja teramat sangat singkat setelah semuanya usai. Bintang seolah merana menatap luka-luka baru yang menderaku.
Di sepertiga malam, mimpi-mimpi redup. Tak satupun bayangan wajahnya di sana. Ya, mungkin ini yang disebut pergi tak kembali.
Seiring berjalannya waktu, semua itu akan menghilang dengan sendirinya. Dia akan menjadi kenangan terindah yang pernah hadir membingkai cerita bersamaku di beberapa waktu yang telah berlalu.
Kehilangan cinta sejati menjadi pelajaran yang terbaik untukku. Bersedih pun tak ada gunanya lagi setelah kepergian itu terjadi. Namun, di tengah kesedihan dan rasa kecewa yang membara ada seseorang yang membuatku tetap tegar dan tersenyum yaitu seorang gadis yang kutemui di bulan September lalu.
Meskipun luka-luka yang menikamku belum sepenuhnya sembuh, namun semuanya terasa mendingan setelah bersamanya.
Perjumpaan pertama kali seperti lintasan darat dan lintasan udara. Masih ragu dan malu-malu. Ya, namanya juga sebelum kenalan.
Waktu berlalu sejak saat itu, rasa takut perlahan-lahan mulai menghilang dengan sendirinya. Bak bagaikan seperti saudara, mengisi percakapan dengan canda tawa bersahaja.
Waktu itu, hujan mengguyur kota seribu Gereja. Bercerita tentang suatu masa bersamanya. Sedikit lebih tenang jika mendengar kata-kata yang Dia ucapkan.
Mungkin butuh waktu lama untuk merangkai kembali cerita baru, setelah menerima luka di masa lalu. Akan tetapi, meskipun demikian rasa tidak pernah bisa dihindari.
Suatu hari aku pergi ke atap sebuah rumah di sisi kota. Rumah istimewa dengan suasana yang menyenangkan. Tampak terlihat indah alam semesta yang menawan dari atas atapnya.
Berdiri tegak sembari menatap lalu mengucapkan kata-kata yang sesingkat mungkin.
“Mungkin ini yang terakhir kalinya. Jika gagal lagi, aku berjanji pada diriku sendiri agar tidak lagi mencintai siapa pun juga.”
Di atas atap terlihat awan sudah mulai gelap. Aku yang belum selesai berkata-kata tidak menghiraukan gelapnya awan.
Serentak gerimis menepis, orang-orang di depan lantai satu berlarian mencari tempat berteduh. Sedangkan aku masih memikirkan kata-kata terakhir sebelum hendak bergegas pulang.
Hujan membasahi bumi dan tubuhku menggigil kedinginan. Entah kenapa kebodohan itu datang tiba-tiba. Tidak memikirkan dampak yang akan terjadi setelah berdiri di tengah hujan.
Perlahan-lahan kakiku melangkah dan seuntaian kata pun terucap.
“Januari ku menantimu, jadilah kekasih dan jadilah yang terakhir kali”
Setelah mengucapkan kata-kata terakhir, aku pun pulang dan merebahkan badan. Meskipun harus tersiksa menunggu tahun berganti dalam kurun waktu tertentu.
Selesai…!!
Cerpen Karangan: Ronaldus Heldaganas
Blog / Facebook: Ronaldus
Ronaldus Heldaganas merupakan salah satu mahasiswa Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng yang hobinya menulis.
“Menulis apa saja, apa saja ditulis”
Cerpen Januari Ku Menantimu merupakan cerita pendek karangan Ronaldus Heldaganas, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
“Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!”
Share ke Facebook
Twitter
WhatsApp
” Baca Juga Cerpen Lainnya! “
Namaku Naura Gintany, hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah, aku sekolah di SMAN Sakura. Pagi ini aku pergi ke sekolah bersama sahabatku, dari smp kami sering pergi
Oleh: Nur’ani Ramadhani
Saat siang hari aku ingin pergi ke toko game untuk membeli game yang baru rilis, sesampainya di toko game tersebut aku mencari cari game yang seru, aku menemukan satu
Oleh: Akmal Baihaqi
Minggu,9 Oktober 2011, 04:47 siang Baru saja aku terbangun dari tidur nyenyakku, lalu aku melihat jam dinding telah menunjukan pukul 04:38 siang, seketika aku langsung teringat kalau hari ini
Oleh: M. Irvan Tanjung
Kini tepat di sore hari aku duduk di depan rumahku menanti kedatangan mereka, tak lama ku menunggu mereka datang juga akhirnya. “Rafa, tara kalian lama sekali tadi, jadi nggak?”.
Oleh: Frida Alawiyah
Siang itu hari minggu yang terik 4 sahabat sejati sedang bermain bersama, mereka sedang bermain lompat tali. Mereka adalah Askiya, Zahra, Aliya dan Devi, waktu sedang asik asiknya bermain
Oleh: Adzkiya Hilya Muwafa
“Kalau iya… jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?”