Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan penggunaan kuman Wolbachia nan sudah dimasukkan dalam nyamuk Aedes Aegypti efektif dalam upaya pengendalian penularan demam berdarah dengue (DBD). Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes Ngabila Salama mengatakan tingkat efektivitas mencapai 77%.
“Ini sudah teruji sejak 2011 lampau di belasan negara di bumi nan menerbitkan 10 paper penelitian publikasi internasional,” kata Ngabila Salama di Jakarta, Senin. (20/11).
Ia mengatakan Wolbachia merupakan penemuan nan baik dan kondusif sebagai langkah penanganan jangka panjang. Penggunaan nyamuk dengan Wolbachia juga disebut dapat dipertanggungjawabkan dalam menekan kasus DBD di Indonesia.
Penggunaan Wolbachia, kata dia, apalagi lebih efektif dibandingkan dengan penanganan DBD melalui pengasapan, mengingat biayanya relatif lebih mahal serta membikin nyamuk lebih resisten. Ia mengatakan masyarakat tidak perlu cemas ketika pada periode awal pelepasan Wolbachia nan membikin populasi nyamuk di lingkungan sekitar menjadi lebih banyak.
Sementara itu epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad menyebut kuman Wolbachia nan dimasukkan dalam nyamuk Aedes aegypti lebih manjur mengatasi DBD dibanding vaksin. Dalam penelitiannya nan dilakukan di Yogyakarta pada 2021, nomor kasus DBD bisa turun 77% dan kebutuhan rawat inap rumah sakit turun hingga 86%.
“Penurunan nomor kasus ini lebih tinggi dari ekspektasi kami nan hanya 50%,” kata Riris.
Ia menjelaskan ada dua vaksin DBD nan ada di pasaran Indonesia sejauh ini, ialah Sanofi Pasteur dan Takeda. Bila dibandingkan, Wolbachia tetap bisa bersaing dengan dua vaksin ini, apalagi lebih bagus dari Sanofi Pasteur.
Vaksin DBD kudu dilakukan berkali-kali setiap tahun, lantaran selalu ada bayi nan lahir. Di sisi lain, intervensi Wolbachia cukup dilakukan sekali lantaran kuman itu memperkuat selamanya di populasi nyamuk Aedes aegypti.
“Intervensi ini memberikan perlindungan jangka panjang dan kemungkinan mengeliminasi dengue-nya lebih besar,” kata Riris.